Kamis, 22 Maret 2012

Thariqah yang Damai



Thariqoh Alawiyah adalah sebuah metode, system atau cara yang digunakan oleh bani’alawi dalam perjalanannya menuju Allah ‘azza wa jalla. Thariqoh ini menjadi semakin istimewa karena diwarisi dari leluhurnya yang tiada lain adalah anak cucu Nabi Muhammad SAW.
Thariqoh Alawiyah ini dicetuskan pertama kalinya oleh Al-Faqih Al-Muqoddam Muhammad bin Ali Ba’alawi yang ditandai dengan berkembangnya tasawuf. Thariqoh Alawiyah sebagai peneladanan yang sempurna terhadap Rosul, keluarga serta para sahabat beliau dengan sebenar-benarnya peneladanan. Imamul Haddad tokoh ‘alawi abad 17 M menjelaskan secara singkat tentang Thariqoh Alawiyah dalam nasehatnya: ”Lazimkanlah selalu Kitabullah (Al-Quran) dan ikutilah sunnah Rasul SAW dan teladanilah para salaf, niscaya Allah akan memberimu hidayaNya”.
Thariqoh Alawiyah ini juga disebut ahlusunnah wal jama’ah. Ahl berarti keluarga, golongan atau pengikut. As-Sunnah yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan Rosulullah SAW. Al-Jama’ah yaitu apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rosul SAW pada masa Al-Khulafa’ Ar-Rosyidiun. Jadi ahlusunnah wal jama’ah merupakan ajaran yang mengikuti apa-apa yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat beliau.
Thariqoh Alawiyah adalah thariqoh pemersatu umat Islam secara keseluruhan. Thariqoh ini tidak pernah mengenal permusuhan, tidak menyeberkan kedengkian, tidak mengajarkan kebencian, tidak membalas cacian dengan cacian, melainkan sebagai penyebar rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin).
Disebutkan bahwa suatu waktu Al-Imam Hasan bin Ali bin Abi Thalib berjalan bersama putranya, tiba-tiba mereka dihadang oleh seseorang, lalu orang itu mencaci-maki Sayyidina Hasan bahkan mencaci ayah dan Ibunya (Sayidina Ali bin Abi Thalib dan Sayidatuna Fatimah Az-Zahra). Putra Sayyidina Hasan tidak tahan terhadap makian tersebut dan menegur ayahnya “wahai ayahku, kenapa engkau tidak membalas makian orang tersebut?, sedangkan engkau memiliki hak untuk membalas makian tersebut wahai ayah”. Maka sang ayah memandang kepada anaknya dan berkata menasehatinya: “wahai anakku, sejak kapan engkau pernah mendapati ayahmu atau kakekmu menjadi seorang pencaci?”
Dalam sebuah riwayat, Rosulullah pernah hadir dalam suatu peperangan dimana orang musyrik banyak membantai kaum muslimin, salah seorang sahabat berkata kepada beliau : “Wahai Rosulullah, lakntlah mereka orang-orang musyrikin karena telah membantai saudara-saudara kita” Rosul pun menjawab: “aku diutus Allah bukan sebagai pencaci ataupun pelaknat, sesungguhnya aku diutus Allah sebagai pembawa rahmat bagi alam semesta ini (rahmatan lil ‘alamin)”.
Demikianlah apabila seseorang mengenal, mempelajari dan menjalani thariqoh ini dengan benar maka menyebabkan orang untuk saling memaafkan dan berbuat baik, sehingga menumbuhkan persatuan di kalangan mislimin.
from_buku17habaib_berpengaruh_diIndonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar