Kamis, 22 Maret 2012

Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi


Pelopor Majelis Taklim di Indoesia
Kwitang, Jakarta
                Habib Ali Kwitang, begitu beliau akrab disapa. Beliau sebagai perintis pertama berdirinya majelis taklim di seluruh tanah air ini. Pada periode 1940-1960 M, di Jakarta ada tiga serangkai ulama yang seiring sejalan dan selangkah dalam berdakwah. Mereka itu adalah: Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang), Habib Ali bin Husein Al-Attas (Bungur) dan Habib Salim bin Ahmad bin Jindan. Hamper semua masyarakat Betawi kala itu berguru kepada mereka.
                Nasab beliau adalah: Habib Ali bin Abdurrahman din Abdullah bin Muhammad bin Husein bin Abdurrahman bin Husein bin Abdurrahman bin Hadi bin Ahmad Al-Habsyi shahib syi’ib bin Muhammad bin Alwi bin Abubakar Al-Habsyi nasab ini terus bersambung hingga Rasulullah SAW.
                Beliau dilahirkan di Kwitang, Jakarta, pada hari ahad 20 Jumadil Akhir 1286 H bertepatan dengan 20 April 1870 M. Sejak usia 10 tahun beliau dikirim ke Hadramaut untuk menimba ilmu. Disana beliau berguru kepada para ulama dan auliya’ diantaranya: Al-Imam Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi (shahib maulid simtuddurar), Al-Imam Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas, Al-Habib Hasan bin Ahmad Al-Aydrus, Al-Habib Zein bin Alwi Ba’abud, Asy-Syeikh Hasan bin Awadh Mukkaddam, Al-Imam Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Mansyhur (Mufti Ad-Dhiyyar Al-Hadramiyyah), Al-Habib Umar bin Idrus bin Alwi Al-Aydrus, Al-Habib Alwi bin Abdurrahman Al-Masyhur dan lain-lain.
                Pada tahun 1300 H, Habib Ali menghadiri majelis maulid yang diadakan oleh Al-Imam Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi (shahib maulid simtuddurar) di Seiwun, Hadramaut. Pada saat itu hadir pula Al-Qutub Al-Habib Ahmad bin Muhammad Al-Muhdhor beserta anak-anaknya. Disana Habib Ali bertemu dengan para ulama dan auliya’. Di kesempatan itulah beliau pergunakan untuk meminta doa dan ijazah kepada mereka. Setelah bermukim selama enam tahun di Hadramaut, sekitar tahun 1303 H bertepatan dengan tahun 1886 M beliau pulang ke tanah air. Sesampainya di Indonesia, beliau melanjutkan “perburuan ilmu” dengan berguru kepada ulama dan auliya’ yang berada di Indonesia, diantaranya adalah: Al-Habib Usman bin Abdullah bin Yahya (Mufti Batavia), K.H. Abdul Hamid (Jatinegara), KH. Mujtaba bin Ahmad (Jatinegara), Al-Habib Muhammad bin Alwi Ash-Shulaibiyah Al-Aydrus, Al-Habib Salim bin Abdurrahman Al-Jufri, Al-Habib Husein bin Muhsin Al-Alttas, Al-Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas (Empang-Bogor), Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Attas (Pekalongan), Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (Surabaya), Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhor (Bondowoso) dan Al-Habib Ahmad bin Muhsin Al-Haddar (Bangil).
                Pada usia 20 tahun Habib Ali menikah dengan Hababah Aisyah Assegaf dari Banjarmasin. Beberapa waktu kemudian beliau berangkat ketanah suci untuk menunaikan ibadah haji dan berziarah ke makam datuknya Rasulullah SAW di Madinah. Selama disana beliau pergunakan untuk menuntut ilmu dan meminta ijazah kepada para ulama yang berada di Makkah, diantaranya: Asy- Syeikh Muhammad Said Babshil, As-Sayyid Umar bin Muhammad Syatha’, Asy-Syeikh Umar bin Abubakar Bajunaid, Asy-Syeikh Abdullah bin Muhammad Sholeh Zawawi, Asy-Syeikh Umar Hamdan Al-Maghribi. Ketika di Madinah, beliau belajar kepada Al-Habib Ali bin Ali Al-Habsyi, Al-Habib Abdullah Jamalullail (Syeikh Al-Asaadah) dan Asy-Syeikh Sulaiman bin Muhammad Al-Azab (anak dari pengarang kitab Maulid Azab) dan masih banyak lagi guru-guru beliau yang berada di Hijaz saat itu.
                Setibanya di Indonesia beliau mulai berdakwah dan mengajar. Masyarakat Jakarta sangat antusias mengikuti dakwah beliau, karena dorongan dari para murid dan semakin banyaknya masyarakat yang belajar kepada beliau, maka beliau pun mendirikan sebuah majelis taklim di Kwitang, Jakarta Pusat, yang belakangan ini berkembang menjadi Islamic Center Indonesia. Majelis Habib Ali Al-Habsyi di Kwitang merupakan majelis taklim pertama di Jakarta kala itu. Sebelumnya tidak ada seorang pun yang berani membuka majelis taklim, karena kegiatan dakwah waktu itu sangat dibatasi oleh colonial Belanda. Barulah setelah wafatnya Habib Ali bermunculanlah beberapa majelis taklim di Jakarta khususnya dan di seluruh penjuru tanah air pada umumnya. Pada tahun 1919 M guru beliau, Al-Habib Muhammad bin Idris Al-Habsyi (Surabaya) wafat, beliaulah yang merupakan pelopor peringatan maulid dengan membaca Simtuddurar (karya Al-Imam Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi) yang lebih popular dengan Maulid Habsyi di tanah air ini. Sebelum wafat beliau berpesan kepada Habib Ali Al-Habsyi Kwitang agar melanjutkannya. Setelah mendapatkan mandate dari gurunya itu, Habib Ali Al-Habsyi Kwitang memulai merintis pembacaan Maulid Habsyi pada tahun 1341 H bertepatan dengan tahun 1920 M. untuk pertama kalinya beliau mengadakanmya setiap hari Kamis terakhir di bulan Rabiul Awwal. Penyelenggaraan maulid itu pertama kali diadakan di depan Masjid Al-Makmur Tanah Abang. Ketika Rabithah Alawiyah berdiri, organisasi itupun mendukung penyelenggaraan maulid tersebut dan penyelenggaraannya pun dipindahkan ke halaman Yayasan Jamiat Al-Khair. Sejak tahun 1937 M penyelenggaraan maulid di pindahkan di majelis taklim beliau di Kwitang yang disiarkan langsung oleh RRI Studio Jakarta.
                Setelah berdakwah dan mengajar kurang lebih selam 80 tahun, Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang pualang ke rahmatullah pada hari Ahad 20 Rajab 1388 H bertepatan dengan 13 Oktober 1968 M dalam usia 102 tahun. Stasiun TVRI menjadi satu-satunya stasiun televise yang menyiarkan berita kawafatan Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang. Ribuan manusia berbondong-bondong bertakziyah untuk memberikan penghormatan terakhir di kediaman beliau di Kwitang, Jakarta Pusat, yang sekaligus menjadi majelis taklim tempat beliau mengajar selama hidupnya. Sejumlah menteri dan pejabat tinggi Negara berdatangan silih berganti untuk bertakziah di Kwitang. Sebelum jasad beliau dimakamkan, Habib Salim bin Ahmad Jindan yang selalu berdakwah bersama beliau, memberikan sambutan di depan jenazah Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, beliau mengatakan dihadapan ribuan orang agar selalu meneruskan perjuangan Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang dan memegang teguh apa-apa yang telah diajarkan oleh beliau dan membaiat Habib Muhammad, putra Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang sebagai khalifah dan pengurus Majelis Taklim Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Jasad beliau dimakamkan disamping Masjid Ar-Riyadh, Kwitang, Jakarta Pusat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar