Kamis, 22 Maret 2012

Manakib Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih


Darul Hadits, Malang
                Dalam usia yang masih anak-anak beliau telah hafal Al-Quran. Ketika berusia 16 tahun beliau telah mendapatkan ijazah keilmuan dari para gurunya di Hadramaut, serta diberi izin untuk mengajar dan memberikan fatwa di bidang hokum Islam.
Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih dilahirkan di Kota Tarim, Hadramaut pada hari selasa 15 Safar 1316 H atau sekitar tahun 1896 M. Bersamaan menjelah kelahirannya, seorang ulama Hadramaut, Al-Habib Syaikhan bin Hasyim Assegaf, bermimpi bertemu Sultan Auliya’ Asy-Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani. Dalam mimpi itu, Asy-Syeikh Abdul Qodir menitipkan Al-Quran kepada Al-Habib Syaikhan bin Hasyim Assegaf agar diberikan kepada Habib Ahmad bin Muhammad Bilfaqih, ayah Habib Abdul Qodir. Pagi harinya Al-Habib Syaikhan menceritakan mimpinya itu kepada Al-Habib Ahmad. Al-Habib Ahmad kemudian berkata, “Alhamdulillah, tadi malam aku dianugerahi Allah seorang bayi laki-laki, dan itulah isyarat takwil mimpimu bertemu Asy-Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani dan menitipkan Al-Quran agar disampaikan kepadaku. Maka putraku ini akan kuberi nama Abdul Qodir, dengan harapan Allah akan memberikan ilmu, maqam dan kewalianNya sebagaimana Asy-Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani”.
                Memang hanya sebuah mimpi, namun perlu diketahui bahwa mimpi kaum shalihin bukan mimpi kosong penghias tidur, namun mimpi mereka merupakan petunjuk kebenaran. Ini dibuktikan semenjak kecil beliau sangat rajin dan tekun dalam menuntun ilmu. Sebagai murid, beliau dikenal sangat cerdas dan tangkas dalam menerima pelajaran. Pada masa mudanya beliau dikenal sebagai pemuda yang mempunyai perhatian besar terhadap ilmu dan menaruh penghormatan yang tinggi kepada para gurunya. Tidaklah dinamakan mengagungkan ilmu bila tidak memuliakan ahli ilmu, demikian filosofi yang terpatri dalam kalbu Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih. Pernah suatu ketika di saat menuntut suatu ilmu, beliau ditegur dan diperingatkan oleh gurunya, padahal Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih waktu itu pada pihak yang benar. Setelah memahami bahwa sang murid pada pihak yang benar, maka sang guru pun meminta maaf. Namun Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih mengatakan, “wahai guruku, andaikan engkau memukulku, sedangkan saya ada dipihak yang benar, maka aku rela dan tidak ada rasa dendam sedikit pun dalam diri ini”. Itulah salah satu contoh keteladanan yang tinggi, baagaimana seorang murid harus bersopan santun terhadap gurunya.
                Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih menimba ilmu dan memperoleh ijazah dari para ulam dan auliya’, diantaranya adalah Al-Habib Abdullah bin Umar Asy-Syathiri (pendiri Rubath Tarim, Hadramaut), Al-Habib Alwi bin Abdurrahman Al-Masyhur, Al-Habib Segaf bin Hasan Al-Aydrus, Asy-Syeikh Muhammad bin Abdul Qodir Al-Kattany, Asy-Syeikh Umar bin Hamdan Al-Mahriby, Al-Habib Ali bin Zain Al-Hadi, Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas (Huraidhah, Hadramaut), Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhor (Bondowoso), Al-Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf (Gresik), Asy-Syeikh Abubakar bin Ahmad Al-Khatib, Asy-Syeikh Abdurrahman Bahurnuz.
                Sebelum meninggalkan tanah kelahirannya untuk berdakwah, pada tahun 1919 M di Kota Tarim beliau mendirikan organisasi pendidikan social yang diberi nama Jami’yyatul Ukhuwwah wal Mu’awanah dan Jami’yyah An-Nasr wal Fadhail. Pada tahun itu pula Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih pergi ketanah suci untuk menunaikan ibadah haji dan berziarah ke makam datuknya Rasulullah SAW di Madinah. Kemudian, beliau melanjutkan perjalanan dakwahnya. Beliau singgah di beberapa Negara, diantaranya: Pakistan, India, Malaysia dan Singapura. Disetiap kota yang disinggahi beliau selalu membina umat, baik secara umum maupun khusus, dalam sebuah lembaga pandidikan ataupun majelis taklim.
                Pada akhir tahun 1338 H atau sekitar tahun 1919 M beliau tiba di Indonesia. Pertama kali beliau tinggal di kota Surabaya dan di tahun itu pula beliau diangkat sebagai Kepala Madasah Al-Khairiyah Surabaya. Setelah menetap beberapa tahun di kota Surabaya beliau pindah menuju kota Solo. Pada tahun 1351 H atau sekitar tahun 1931 M bersama habaib lainnya beliau mendirikan lembaga pendidikan yang diberi nama Madrasah Ar-Rabithah. Setelah menetap beberapa tahun di Solo, beliau pergi ke tanah suci. Disana beliau menunaikan ibadah haji dan menetap beberapa waktu. Lalu kembali ke Indonesia dan beliau memilih kota Malang sebagai tempat hijrah terakhirnya. Di kota tersebut beliau menetap dan berdakwah hingga akhir hayatnya. Pada 12 Februari 1945 M beliau mendirikan Pondok Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah. Pada sekitar tahun 1951 M beliau menjabat sebagai kepala sekolah di Madrasah At-Taraqi dan menjadi pengasuh pengajian malam jumat di Masjid Agung Jami’ Kota Malang dengan kajian Kitab Shahih Bukhari dan Muslim. Di Kota tersebut beliau juga pernah diangkat sebagai dosen mata kuliah tafsir di IAIN pada tahun 1330 H atau sekitar tahun 1960 M.
                Keistimewaan Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih adalah sangat mumpuni dan ahli dalam ilmu alat, seperti: nahwu, sharaf, manthiq, ilmu kalam, serta ma’any, bayan dan badi (tiga ilmu yang terakhir merupakan bagian ilmu sastra). Dalam bidang hadits, penguasaannya adalah bidang riwayat maupun dirayah. Beliau hafal ribuan hadits beserta sanat riwayat hadits yang terus bersambung ingga kepada Rasulullah SAW. Ini diperolehnya melalui saling tukar menukar isnad periwayatan hadits. Salah satunya dengan Sayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki Al-Hasani, saat Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih berkunjung ke Makkah. Berkat penguasaannya dalam bidang hadits serta memiliki ribuan sanad yang bersambung kepada Rasulullah, maka Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih menyandang gelar Al-Muhaddis Al-Musnid.
                Beliau adalah seorang ulama yang menaruh perhatian besar dalam dunia pendidikan. Beliau memiliki andil besar dalam pendirian majelis taklim di beberapa daerah, seperti Lembaga Pendidikan Guru Agama di Sawangan, Bogor, dan Madrasah Darussalam Tegal, Jawa Tengah. Banyak anak murid beliau yang dikemudian hari juga meneruskan jejak langkahnya sebagai pendidik dan pengasuh pesantren. Diantaranya adalah: putranya sendiri Habib Abdullah bin Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih, beliaulah yang melanjutkan semua kegiatan dakwah di Pondok Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah yang telah beliau rintis kala hidupnya, Habib Salim bin Ahmad bin Jindan (Jakarta), Habib Ahmad Al-Habsyi (Pondok Pesantren Ar-Riyadh, Palembang, Sumatera Selatan), Habib Muhammad bin Husein Ba’abud (Pondok Pesantren Darunnasyi’in, Lawang), Uztad Alwi bin Salim Al-Aydrus (Malang), Uztad Abdullah Awadh Abdun (Pondok Pesantren Daruttauhid, Malang), KH. Alwi Muhammad (Pondok Pesantren At-Taraqi, Sampang, Madura). Pernah ketika Al-Habib Ali bin Abdurahman Al-Habsyi, Kwitang, Jakarta, berkunjung ke Darul Hadits, beliau berkata: “Tidakkah seseorang yang belajar di Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah ini kecuali orang-orang yang beruntung”.
                Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih wafat pada 12 Jumadil Akhir 1382 H bertepatan degan 19 November 1962 M, dalam usia 62 tahun. Pada detik-detik menjelang beliau wafat, beliau mengatakan kepada putranyaa, Habib Abdullah, “Lihatlah wahai anakku. Ini kakekmu, Muhammad SAW dan Ibumu Sayyidatuna Fatimah Az-Zahra tekah datang untuk menjemputku…”. Beliau memiliki dua putra, yang pertama Habib Ahmad (wafat di Lombok) dan yang kedua Habib Abdullah (yang makamnya bersandingan dengan makam ayahnya).
                Ribuan muslimin berdatangan untuk menyampaikan penghormatan terakhir kepada sang permata ilmu ini. Setelah disalatkan di Masjid Jami’ Kota Malang, beliau dimakamkan di permakaman umum Kasin, Malang, Jawa Timur dengan diiringi ribuan kaum muslimin. Beliau mewariskan sebuah Lembaga Pendidikan Darul Hadits Al-Faqihiyyah yang beliau rintis semasa hidupnya. Sepeninggal beliau semua kegiatan dakwah dilanjutkan oleh putra sekaligus khalifah beliau, Prof. DR. Habib Abdullah bin Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih. Setelah kemangkatan Habib Abdullah Bilfaqih, Pesantren dan Majelis Taklim Habib Abdul Qodir Bilfaqih tetap berjalan di bawah asuhan para cucu Habib Abdul Qodir, yaitu: Sayyid Abdul Qodir bin Abdullah bin Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih, Sayyid Muhammad bin Abdullah bin Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih dan Sayyid Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar