Kalau di Jawa ada istilah Wali Songo, tokoh-tokoh
penyebar Islam yang jumlahnya sembilan, di Bali ada pula istilah Wali
Pitu. Bagaimana kisahnya dan siapa saja Wali Pitu itu?
Syiar Islam di Bali memiliki kisah tentang keberadaan Wali Pitu.
Mereka merupakan para penyebar Islam yang telah mencapai derajat
kewalian yang jumlahnya tujuh orang. Menurut Ketua Majelis Ulama
Indonesia Kota Denpasar, Mustofa Al Amin, nama Wali Pitu merupakan hasil
penelitian dari Habib Toyib Zein Assegaf.
“Beliau mendapat isyarat secara kesufian, beliau selalu mendapatkan
mimpi secara berulang datang ke bali, hingga suatu waktu beliau bertemu
dengan orang Bali yang kebetulan datang ke mojokerto dalam rangka
belanja sepatu untuk kepentingan usahanya, kemudian Beliau Habib Toyib
ikut dengan orang Bali tersebut sampai ke bali. Kemudian sesampainya di
Bali berdasarkan isyarah yang datang kepada Beliau, dengan di temani
seorang temannya yg berada di Monang Maning, Beliau melakukan penelitian
lapangan, dalam pencariannya untuk menguak tentang adanya ketujuh orang
penyiar Islam di Bali ini dan fakta membuktikan isyarat itu benar
adanya. Itulah yang dikenal dengan istilah Wali Pitu.
Meski fakta membenarkan keberadaan Wali Pitu, namun penetapan nama itu
sendiri bukan berdasarkan kesepakatan umat muslim Bali. Kendati begitu,
bukan berarti kiprah Wali Pitu tidak diakui dalam konteks syiar Islam di
Bali.
“Validitasnya tidak bisa menyamai Wali Songo, karena kiprah mereka dari
cerita ke cerita, bahwa Wali Pitu memiliki pengaruh dan karomah yang
sangat penting bagi perkembangan Islam di Bali,” ulasnya.
“Artinya tidak salah jika umat muslim menjadikan Wali Pitu sebagai
panutan. Hanya saja, bagi para peziarah makam Wali Pitu ini tetap tidak
boleh menyimpang dari syariah.”
MUI sendiri tidak mempermasalahkan keberadaan Wali Pitu ini.
Masyarakat menerima atau tidak keberadaan mereka itu merupakan keyakinan
masing-masing. Sebab, Wali Pitu memiliki peranan masing-masing kepada
masyarakat di zamannya, sembari melakukan syiar Islam. MUI Denpasar
mengapresiasi upaya penelitian dan hasilnya tentu yang berkaitan dengan
sejarah perkembangan umat Islam di Bali termasuk para tokoh, seperti
Wali Pitu, yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan tersebut.
Penelitian dan kajian lebih lanjut, sangat penting dan mendesak sifatnya untuk segera dilakukan. “Wali
Pitu ini hendaknya menggugah umat Islam Bali khususnya dan Nusantara
pada umumnya untuk meningkatkan semangat mereka berdakwah dengan cara
dan pendekatan yang moderat, toleran dan damai, di samping berpihak pada
kebenaran dan kejujuran, keuletan dan keberanian, serta keadilan dan
ketulusan seperti diperankan tokoh-tokoh tersebut,” ajaknya.
“Mereka juga harus lebih memahami kesejarahan mereka di Bali yang memiliki keunikan dan kekhasan.”
Berikut beberapa nama Auliya’ yang disebut Wali Pitu:
1. Pangeran Mas Sepuh alias Raden Amangkuningrat Keramat Pantai Seseh
Makam Beliau terletak di pinggir Pantai Seseh, Mengwi, Tabanan, Bali.
Pangeran Mas Sepuh merupakan gelar. Nama sebenarnya adalah Raden
Amangkuningrat, yang terkenal dengan nama Keramat Pantai Seseh. Ia
merupakan Putra Raja Mengwi I yang beragama Hindu dan ibunya berasal
dari Blambangan (Banyu Wangi Jatim) yang beragama Islam. Sewaktu kecil,
beliau sudah berpisah dengan ayahandanya dan diasuh oleh ibundanya di
Blambangan. Setelah dewasa, Pangeran Mas Sepuh menanyakan kepada ibunya
tentang ayahandanya itu. Setelah Pangeran Mas Sepuh mengetahui jati
dirinya, ia memohon izin pada ibunya untuk mencari ayah kandungnya,
dengan niat akan mengabdikan diri. Semula, sang ibu keberatan, namun
akhirnya diizinkan juga Pangeran Mas Sepuh untuk berangkat ke Bali
dengan diiringi oleh beberapa punggawa kerajaan sebagai pengawal dan
dibekali sebilah keris pusaka yang berasal dari ayahandanya dari
Kerajaan Mengwi
Namun, setelah bertemu dengan ayahnya, terjadilah kesalahpahaman yang
di sebabkan kecemburuan dari pihak keluarga kerajaan. Akhirnya Pangeran
Mas Sepuh beranjak pulang ke Blambangan untuk memberitahu ibunya
tentang peristiwa yang telah terjadi. Namun dalam perjalanan pulang,
sesampainya di Pantai Seseh, Pangeran Mas Sepuh diserang sekelompok
orang bersenjata yang tak dikenal, sehingga pertempuran tak dapat
dihindari lagi. Melihat korban berjatuhan yang tidak sedikit dari kedua
belah pihak, keris pusaka milik Pangeran Mas Sepuh dicabut dan
diacungkan ke atas, seketika itu ujung keris mengeluarkan sinar dan
terjadilah keajaiban, kelompok bersenjata yang menyerang tersebut
mendadak lumpuh, bersimpuh diam seribu bahasa. Akhirnya diketahui kalau
penyerang itu masih ada hubungan kekeluargaan, hal ini dilihat dari
pakaian dan juga dari pandangan bathiniyah Pangeran Mas Sepuh. Akhirnya
keris pusaka dimasukkan kembali dalam karangkanya, dan kelompok
penyerang tersebut dapat bergerak dan kemudian memberi hormat kepada
Pangeran Mas Sepuh.
Salah satu karomah yang diberikan Allah kepada Pangeran Mas Sepuh
ialah kemampuan berjalan diatas permukaan air. Kesaktian yang luar biasa
yang dimiliki Paneran Mas Sepuh ternyata memunculkan rasa kecemburuan
diantara putra-putra Raja Mengwi. Bahkan suatu ketika saat Pangeran Mas
Sepuh diperintahkan untuk menuju Taman Ayun (tempat peristirahatan
keluarga Raja) di Mengwi. Taman Ayun dikelilingi danau mengitari
bangunan lengkap dengan taman indahnya. Tanpa diduga, saat Pangeran Mas
Sepuh berjalan diatas air danau dan bersila diatas bunga teratai,
terlihat oleh prajurit kerajaan. Tentu apa yang disaksikan prajurit
kerajaan tersebut sungguh menggegerkan seluruh Istana. Selain karomah
tersebut, Panggran Mas Sepuh juga dikenal mampu mengobati berbagai macam
penyakit. Bahkan, tak sedikit ‘dukun’ yang mencari ilmu untuk belajar
cara pengobatan. Namun, yang paling mencengangkan serta sempat
disaksikan pasukan kerajaan Mengwi ialah saat Pangeran Mas Sepuh dalam
perjalanan menuju Bali dari Kerajaan Blambangan (Jawa) terlihat hanya
berjalan diatas air laut. Pangeran Mas Sepuh tampak tenang berjalan
diantara deburan serta gulungan ombak.
beberapa foto dari hasil penelusuran Tim Sarkub dapat anda lihat di
2. Habib Ali Bin Abu Bakar Bin Umar Bin Abu Bakar Al Khamid
Habib Ali bin Abubakar bin Umar al-Hamid, yang makamnya terdapat di Desa
Kusumba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung. Makam keramat ini
terletak tak jauh dari selat yang menghubungkan Klungkung dengan pulau
Nusa Penida. Selain dikeramatkan oleh kaum muslimin, makam ini juga
dikeramatkan oleh umat Hindu. Di depan makam dibangun patung seorang
tokoh bersorban dan berjubah menunggang kuda.
Semasa hidupnya Habib Ali mengajar bahasa Melayu kepada Raja Dhalem I
Dewa Agung Jambe dari Kerajaan Klungkung. Sang raja menghadiahkan
seekor kuda kepadanya sebagai kendaraan dari kediamannya di Kusamba
menuju istana Klungkung. Suatu hari, pulang mengajar di istana, ia
diserang oleh kawanan perampok. Ia wafat dengan puluhan luka di
tubuhnya.
Jenazahnya dimakamkan di ujung barat pekuburan desa Kusamba. Malam hari
selepas penguburan, terjadi keajaiban. Dari atas makam menyemburlah
kobaran api, membubung ke angkasa, memburu kawanan perampok yang
membunuh sang Habib. Akhirnya semua kawanan perampok itu tewas terbakar.
Kaum muslimin setempat biasa menggelar haul Habib Ali setiap Ahad
pertama bulan Sya’ban.
Makam Habib Ali bin Abu Bakar bin Umar Al Hamid berada di tepi pantai
di Desa Kusumba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, tidak jauh dari
selat yang menghubungkan Klungkung dengan Nusa Penida. Selain
dikeramatkan oleh kaum muslimin, makam ini juga dikeramatkan oleh umat
Hindu. Semasa hidupnya, Habib Ali mengajar bahasa Melayu kepada Raja
Dalem I Dewa Agung Jambe dari Kerajaan Klungkung. Sang Prabu
menghadiahkan seekor kuda sebagai kendaraan dari kediamannya di Kusamba
menuju puri Klungkung.
Pada suatu hari, sewaktu Habib Ali pulang dari Klungkung dan
sesampainya di pantai Kusamba, beliau diserang oleh sekelompok orang
yang tidak dikenal dengan senjata tajam dan tewas di tempat. Akhirnya,
jenazah beliau dimakamkan di ujung barat pekuburan Desa Kusamba.
3. Syeh Maulana yusuf Al Magribi
4. Habib Ali Bin Zaenal Abidin Al Idrus
5. Habib Umar Maulana Yusuf
6. Syeh Abdul Qodir Muhammad
7. Habib Ali Bin Umar Bafaqih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar