Pelopor Majelis
Taklim di Indoesia
Kwitang, Jakarta
Habib
Ali Kwitang, begitu beliau akrab disapa. Beliau sebagai perintis pertama
berdirinya majelis taklim di seluruh tanah air ini. Pada periode 1940-1960 M,
di Jakarta ada tiga serangkai ulama yang seiring sejalan dan selangkah dalam
berdakwah. Mereka itu adalah: Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang),
Habib Ali bin Husein Al-Attas (Bungur) dan Habib Salim bin Ahmad bin Jindan.
Hamper semua masyarakat Betawi kala itu berguru kepada mereka.
Nasab
beliau adalah: Habib Ali bin Abdurrahman din Abdullah bin Muhammad bin Husein
bin Abdurrahman bin Husein bin Abdurrahman bin Hadi bin Ahmad Al-Habsyi shahib
syi’ib bin Muhammad bin Alwi bin Abubakar Al-Habsyi nasab ini terus
bersambung hingga Rasulullah SAW.
Beliau
dilahirkan di Kwitang, Jakarta, pada hari ahad 20 Jumadil Akhir 1286 H
bertepatan dengan 20 April 1870 M. Sejak usia 10 tahun beliau dikirim ke
Hadramaut untuk menimba ilmu. Disana beliau berguru kepada para ulama dan
auliya’ diantaranya: Al-Imam Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi (shahib
maulid simtuddurar), Al-Imam Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas, Al-Habib
Hasan bin Ahmad Al-Aydrus, Al-Habib Zein bin Alwi Ba’abud, Asy-Syeikh Hasan bin
Awadh Mukkaddam, Al-Imam Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Mansyhur (Mufti
Ad-Dhiyyar Al-Hadramiyyah), Al-Habib Umar bin Idrus bin Alwi Al-Aydrus,
Al-Habib Alwi bin Abdurrahman Al-Masyhur dan lain-lain.
Pada
tahun 1300 H, Habib Ali menghadiri majelis maulid yang diadakan oleh Al-Imam
Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi (shahib maulid simtuddurar) di
Seiwun, Hadramaut. Pada saat itu hadir pula Al-Qutub Al-Habib Ahmad bin
Muhammad Al-Muhdhor beserta anak-anaknya. Disana Habib Ali bertemu dengan para
ulama dan auliya’. Di kesempatan itulah beliau pergunakan untuk meminta doa dan
ijazah kepada mereka. Setelah bermukim selama enam tahun di Hadramaut, sekitar
tahun 1303 H bertepatan dengan tahun 1886 M beliau pulang ke tanah air.
Sesampainya di Indonesia, beliau melanjutkan “perburuan ilmu” dengan berguru
kepada ulama dan auliya’ yang berada di Indonesia, diantaranya adalah: Al-Habib
Usman bin Abdullah bin Yahya (Mufti Batavia), K.H. Abdul Hamid
(Jatinegara), KH. Mujtaba bin Ahmad (Jatinegara), Al-Habib Muhammad bin Alwi
Ash-Shulaibiyah Al-Aydrus, Al-Habib Salim bin Abdurrahman Al-Jufri, Al-Habib
Husein bin Muhsin Al-Alttas, Al-Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas
(Empang-Bogor), Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Attas (Pekalongan),
Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (Surabaya), Al-Habib Muhammad bin Ahmad
Al-Muhdhor (Bondowoso) dan Al-Habib Ahmad bin Muhsin Al-Haddar (Bangil).
Pada
usia 20 tahun Habib Ali menikah dengan Hababah Aisyah Assegaf dari Banjarmasin.
Beberapa waktu kemudian beliau berangkat ketanah suci untuk menunaikan ibadah
haji dan berziarah ke makam datuknya Rasulullah SAW di Madinah. Selama disana
beliau pergunakan untuk menuntut ilmu dan meminta ijazah kepada para ulama yang
berada di Makkah, diantaranya: Asy- Syeikh Muhammad Said Babshil, As-Sayyid Umar
bin Muhammad Syatha’, Asy-Syeikh Umar bin Abubakar Bajunaid, Asy-Syeikh
Abdullah bin Muhammad Sholeh Zawawi, Asy-Syeikh Umar Hamdan Al-Maghribi. Ketika
di Madinah, beliau belajar kepada Al-Habib Ali bin Ali Al-Habsyi, Al-Habib
Abdullah Jamalullail (Syeikh Al-Asaadah) dan Asy-Syeikh Sulaiman bin
Muhammad Al-Azab (anak dari pengarang kitab Maulid Azab) dan masih
banyak lagi guru-guru beliau yang berada di Hijaz saat itu.
Setibanya
di Indonesia beliau mulai berdakwah dan mengajar. Masyarakat Jakarta sangat
antusias mengikuti dakwah beliau, karena dorongan dari para murid dan semakin
banyaknya masyarakat yang belajar kepada beliau, maka beliau pun mendirikan
sebuah majelis taklim di Kwitang, Jakarta Pusat, yang belakangan ini berkembang
menjadi Islamic Center Indonesia. Majelis Habib Ali Al-Habsyi di Kwitang
merupakan majelis taklim pertama di Jakarta kala itu. Sebelumnya tidak ada
seorang pun yang berani membuka majelis taklim, karena kegiatan dakwah waktu
itu sangat dibatasi oleh colonial Belanda. Barulah setelah wafatnya Habib Ali
bermunculanlah beberapa majelis taklim di Jakarta khususnya dan di seluruh
penjuru tanah air pada umumnya. Pada tahun 1919 M guru beliau, Al-Habib
Muhammad bin Idris Al-Habsyi (Surabaya) wafat, beliaulah yang merupakan pelopor
peringatan maulid dengan membaca Simtuddurar (karya Al-Imam Al-Habib Ali
bin Muhammad Al-Habsyi) yang lebih popular dengan Maulid Habsyi di tanah air
ini. Sebelum wafat beliau berpesan kepada Habib Ali Al-Habsyi Kwitang agar
melanjutkannya. Setelah mendapatkan mandate dari gurunya itu, Habib Ali
Al-Habsyi Kwitang memulai merintis pembacaan Maulid Habsyi pada tahun 1341 H
bertepatan dengan tahun 1920 M. untuk pertama kalinya beliau mengadakanmya
setiap hari Kamis terakhir di bulan Rabiul Awwal. Penyelenggaraan maulid itu
pertama kali diadakan di depan Masjid Al-Makmur Tanah Abang. Ketika Rabithah
Alawiyah berdiri, organisasi itupun mendukung penyelenggaraan maulid
tersebut dan penyelenggaraannya pun dipindahkan ke halaman Yayasan Jamiat
Al-Khair. Sejak tahun 1937 M penyelenggaraan maulid di pindahkan di majelis
taklim beliau di Kwitang yang disiarkan langsung oleh RRI Studio Jakarta.
Setelah
berdakwah dan mengajar kurang lebih selam 80 tahun, Habib Ali bin Abdurrahman
Al-Habsyi Kwitang pualang ke rahmatullah pada hari Ahad 20 Rajab 1388 H
bertepatan dengan 13 Oktober 1968 M dalam usia 102 tahun. Stasiun TVRI menjadi
satu-satunya stasiun televise yang menyiarkan berita kawafatan Habib Ali bin
Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang. Ribuan manusia berbondong-bondong bertakziyah
untuk memberikan penghormatan terakhir di kediaman beliau di Kwitang, Jakarta
Pusat, yang sekaligus menjadi majelis taklim tempat beliau mengajar selama
hidupnya. Sejumlah menteri dan pejabat tinggi Negara berdatangan silih berganti
untuk bertakziah di Kwitang. Sebelum jasad beliau dimakamkan, Habib Salim bin
Ahmad Jindan yang selalu berdakwah bersama beliau, memberikan sambutan di depan
jenazah Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, beliau mengatakan
dihadapan ribuan orang agar selalu meneruskan perjuangan Habib Ali bin
Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang dan memegang teguh apa-apa yang telah diajarkan
oleh beliau dan membaiat Habib Muhammad, putra Habib Ali bin Abdurrahman
Al-Habsyi Kwitang sebagai khalifah dan pengurus Majelis Taklim Habib Ali bin
Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Jasad beliau dimakamkan disamping Masjid
Ar-Riyadh, Kwitang, Jakarta Pusat.